Oleh: Tusiyati PDSD UPY
A4*
PENTINGNYA SILA-SILA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSFAT
Perkembangan
masyarakat semakin cepat baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal
tersebut bisa mengakibatkan perubahan besar terhadap bangsa di dunia. Melalui
globalisasi kekuatan internasional telah
mengancam bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan termasuk bangsa
indonesia. Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di indonesia semakin kompleks
dan rumit di satu sisi terdapat ancaman internasional dan di sisi lain muncul
masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat yang secara objektif kehidupan
sekarang masih kurangnya kesejahteraan dan keadilan sosial. Konflik internal
tersebut dapat mengancam jati diri bangsa dan banyaknya nilai-nilai baru yang
masuk serta terjadinya pergeseran nilai yang terjadi di masyarakat yang pada
akhirnya mengancam pinsip-prinsip hidup berbangsa.
Prinsip-prinsip
dasat yang telah ditemukan ileh prletak dasar (the founding fathers) negara Indonesia yang kemudian diabstaksikan
menjadi suatu prinsip dasar filsafat bernegara yang disebut Pancasila.
Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia telah mengalami ancaman dari
munculnya nilai-nilai daru dari luar dan pergeseran nilai yang terjadi. Secara
ilmiah masyarakat atau bangsa senantiasa memiliki pandangan hidup atau filsafat
hidup yang berbeda dengan bangsa lain hal ini disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreativitas
lokal) dan sebagai local window
(kearifan lokal) bangsa. Bangsa ndonesia tidak mungkin memiliki kesamaan
pandangan hiduo dan filsafah hidup dengan bangsa lain.
Jati
diri bangsa akan selalu bertilak ukur
kepada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat negara. Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukan hanya
merupakan kesatuan yang bersifat formal logis tetapi menyangkut aspek
ontologis, aspek epistemologis, dan aspek aksiologis dari sila-sila Pancasila.
HAKIKAT FILSAFAT
PANCASILA
Filsfat
berasal dari bahsa yunani yaitu philein,
yang berarti cinta dan sophia, yang
berarti kebijaksanaan. Filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan
kebijakan atau mencintai kebenar/pengetahuan. Cinta mempunyai arti
seluas-luasnya, yang
dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap
sesuatu, sedangkan kebijaksanaan diartikan sebagai kebenaran yang sejati.
Filsafat
merupakan ilmu induk pengetahuan. Timbulnya ilmu pengetahuan tersebut dapat
dilihat dari sejarah, yang sebelumnya dibawah filsafat. Manusia dalam kehidupan
pasti memiliki pandangan hidup yang dianggap paling benar, baik dan membawa
kesejahteraan dalam kehidupannya dan pilihan itulah yang disebut filsafat.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan muncul dan berkembanglah ilmu
filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu misalnya filsafat
politk, filsafat bahasa, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat lingkungan dan
filsafat yang berkaitan dengan bidang ilmu yang lain (Kaelan, 2007).
2.
Filsafat Pancasila
Menurut
Ruslan Abdulgani, pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai colective ideology (cita-cita bersama)
seluruh bangsa indonesia. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena hasil
perenungan jiwa yang mendalan dan
dilakukan oleh the faunding father,
kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Menurut Notonegoro, filsafat
memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila.
KARAKTERISTIK SISTEM
FILSAFAT PANCASILA
Pancasila
memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat
yang lain yaitu:
1. Sila-sila pancasila merupakan
satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Apabila tidak bulat dan utuh
atau sila yang satu dengan sila lainnya terpisah-pisah
itu bukan pancasila.
2. Susunan pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Sila
1 meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4, 5.
b. Sila
2 diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari serta menjiwai sila 3, 4,
5.
c. Sila
3 diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2 dan mendasari serta menjiwai sila 4, 5.
d. Sila
4 diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3 dan mendasari serta menjiwai sila 5.
e. Sila
5 diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, 3, 4.
3. Pancasila sebagai suatu substansi,
artinya unsur asli/permanen/primer Pancasila sebagai suatu yang mandiri, yang
unsur-unsurnya berasal dari diri sendiri.
4. Pancasila sebagai suatu realita,
artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakat sebagai suatu kenyataan
hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari
(Heri Herdiawanto, 2010).
PRINSIP-PRINSIP
FILSAFAT PANCASILA
Ditinjau
dari Aristoteles, Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kausa Materialis yaitu sebab yang berhubungan dengan materi/bahan.
Dalam hal ini pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada
dalam bangsa Indonesia sendiri.
2. Kausa Formalis yaitu sebab yang berhubungan dengan bentuknya.
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD’ 45 memenuhi syarat formal (kebenaran
formal).
3. Kausa Efisiensi yaitukegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan pancasila menjadi dasar negara merdeka.
4. Kausa Finalis yaitu berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan
diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara merdeka.
LANDASAN ONTOLOGIS PANCASILA
Kajian
Pancasila sebagai filsafat dimaksud sebagai upaya untukmengetahui hakikat dasar
sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar ontologis Pancasila
adalah manusia, karna Pancasila merupakan subyek hukum pokok sila-sila
Pancasila. Dijelaskan bahwa berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Hakikat dasar keberadaan
sila-sila pancasila adalah manusia. Notonegoro mengungkapkan bahwa manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri dari susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani, sebagai makhluk individu dan
sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Menurut Kaelan, secara hierarkis sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila lainnya.
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila
yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak, yaitu bersifat kodrat monodualis, sebagai makhluk
individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial dan kedudukannya sebagai makhluk
pribadi yang berdiri sendiri, juga
sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya adalah segala aspek dalam
penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat
manusia yang monodualis tersebut.
Seluruh
nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia.
Hal ini berarti bahwa setiap aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumber pada
nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara,
tugas negara, kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral
negara, dan segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.
LANDASAN EPISTEMOLOGIS PANCASILA
Kajian
epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Epistemologis merupakan bidang
filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologinya. Maka dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya yaitu tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984: 20), terdapat
tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu tentang: sumber
pengetahuan manusia, teori kebenaran pengetahuan manusia, dan watak pengetahuan
manusia. Epistemologis Pancasila sebagai suatu objek kejian pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan
pengetahuan pancasila. Sumber pengetahuan pancasila yaitu nilai-nila yang ada
pada bangsa Indonesia itu sendiri. Kembali pada pemikiran filsafat Aristoteles,
nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis pancasila.
Mengenai susunan Pancasila sebagai
suatu sistem pengetahuan, Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal
logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila
Pancasila itu. Susunan sila-sila pancasila bersifat hierarkis dan berbentuk
piramidal, yang memiliki arti sebagai berikut.
1.
Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Sila kedua didasari sila pertama
serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima.
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai
sila pertama, kedua serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima.
4. Sila keempat didasari dan
dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila
kelima.
5. Sila kelima didasari dan dijiwai
sila pertama, kedua, ketiga dan keempat (Heri
Herdiawanto, 2010).
Susunan
pancasila memiliki sistem logis, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas dan kuantitasnya
serta menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa memberikan landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada
intuisi. Sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologis Pancasila mengakui
kebenaran wahyu yang bersifat mutlak, hal ini sebagai tingkat kebenaran yang
tertinggi.
Kebenaran dan pengetahuan manusia
merupakan suatu sintesis yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa dan kehendak
manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila
ketigga, keempat dan kelima, epistemologi Pancasila mengakui kebenaran
konsensus terutama berkaitan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologis, Pancasila
mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas
nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebab
pancasila serta epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi sekarang (Heri Herdiawanto, 2010).
LANDASAN AKSIOLOGIS PANCASILA
Kajian aksiologi filsafat Pancasila
membahas tentang nilai praksisi atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Sila-sila Pancasila
sebagai sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, nilai-nila
yang terkandung dalam Pancasila juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologis
Pancasila membahas tentang filsafat
nilai Pancasila. Nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada
ungkapan abstrak yang diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodnes),
dan kata kerja yaitu suatu tindakan kejiwaan
tertentu dalam menila atau melakukan penilian.
Di dalam Dictionary of Sociology and Related
Sciences dikemukakan nilai adalah suatu kemampuan yang dicapai dan ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat tersebut menarik minat seseorang
atau kelompok. Nilai pada hakikatnya yaitu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Misalnya bunga
itu indah diartikan perbuatan itu baik, indah dan baik merupakan sifat atau
kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Nilai merupakan suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Terdapat berbagai macam teori
tentang nilai tergantung pada tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam
menentukan pengertian niali. Kalangan materialis memandang bahwa hakikat niali
yang tertinggi adalah nilai material, sementara kalangan hedonis memandang
nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan. Dari berbagai macam pandangan tentang
nilai, dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu pertama, sesuatu
yang bernilai berkaitan dengan subjek pemberi nilai yakni manusia dan bersifat
subjektif. Sudut pandang yang kedua, yaitu pandangan yang menyatakan pada
hakikatnya sesuatu yang melekat pada dirinya sendiri memang bernilai dan
bersifat objektivisme.
Notonagoro merinci tentang adanya
nilai yang bersifat material dan nonmaterial. Manusia memiliki orientasi nilai
yang berbeda, tergantung pada pandangan hidup dan filsafat masing-masing. Ada
yang berorientasi pada nilai material dan ada yang berorientasi pada nilai
nonmaterial. Nilai material rellatif lebih mudah diukur menggunakan pancaindra
ataupun alat pengukur. Nilai yang bersifat rohaniah lebih sulit untuk diukur,
namun dapat dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang dibantu
oleh cipta, rasa, dan karsa serta keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Menurut
notonagoro, nilai-nilai pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai
kerohanian yang mengakui nilai material dan vital. Nilai-nilai Pancasila yang
tergolong nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis seperti nilai material, vital, kebenaran, keindahan atau estetis,
kebaikan atau moral, ataupun kesucian yang secara keseluruhan bersifat
sistematis-hierarkis dimana sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi
basis semua sila Pancasila (Darmodihardjo, 1978).
Secara
aksiologis bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila (subscriber of falues Pancasila). Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang
berketuhanan, berkemanusiaan, berkesatuan, berkerakyatan dan berkeadilan
sosial. Sebagai pandukung nilai bangsa Indonesia yang telah menghargai,
mengakui, menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan dan penerimaan Pancasila
sebagai suatu yang bernilai akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan manusia dan bangsa Indonesia yang merupakan pengembannya dalam
sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia
(Heri Herdiawanto, 2010).
WACANA
AKHIR
Secara
filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar
ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis yang membedakan pancasila
dengan sistem filsafat lainnya. Dasar ontologis disebut juga sebagai dasar
antropologis yaitu bidang filsafat yang membahas tentang halikat keberadaan
sesuatu dan mencari hakikat mengapa sesuatu itu ada.
Dasar
epistimologis dalam arti pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila. Epitemologis yaitu bidang
filsafat yang membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu tentang ilmu.
Dasar
aksiologis merupakan pandangan tentang nilai dan pandangan pancasila secara
hierarki yang merupakan suatu kesatuan. Aksiologis merupakan bidang filsafat
yang membahas tentang hakikat nilai atau filsafat yang membahas tentang nilai
praksis sesuatu.
DAFTAR
PUSTAKA
Darmodiharjo, Darji. 1996. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herdiawanto heri
dan Jumata Hamdayama. 2010. Cerdas,
Kritis dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.
Kaelan. 2005. Filsafat Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa
Negara Indonesia. Makalah disajikan Pada Kursus Calon Dosen Pendidikan
Kewarganegaraan, Jakarta.
Notonagoro.
1971. Pengertian Dasar Bagi Implementasi
Pancasila Untuk ABRI. Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan.
Rukiyati, M. Hum., dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Titus Harild,
dan Marilyn S., dkk. 1984. Living Issues
Philosophy. Terjemahan oleh Rasyidi. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Zubaidi Achmad, dan Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar